UMROH & HAJI

BERITA EDUKASI UNTUK SOLUSI

Pembangunan Masjid

 

Pembangunan Masjid MIFTAHUL JANNAH lokasi Di Putat Jaya C Timur Gang 5 Surabaya, 

Berdonasi bisa langsung ke Rekening atas na Masjid di  BSI an Masjid Miftahul Jannah

Masjid ini semula adalah Mushollah,  kemudian Tranformasi menjadi MASJID 

Lokasi Masjid ini berada di kampung Eks Doly yaitu tempat prostitusi terbesar di Asia dengan jumlah PSK 3.000 yang sudah di tutup semasa Surabaya di pimpin Wali Kota Bu Risma 

Semoga Bapak Ibu Saudara tertarik mendonasikan rizkinya Amiin

Share:

Resiliensi dan Dzikir:

Resiliensi dan Dzikir, Kaitan Mendalam Menuju Keseimbangan Jiwa

Dalam pusaran kehidupan yang dinamis, manusia kerap dihadapkan pada berbagai tantangan dan cobaan. Kemampuan untuk bangkit kembali setelah terjatuh, atau yang dikenal sebagai resiliensi, menjadi kunci untuk melewati berbagai rintangan tersebut. Dalam konteks spiritual, praktik dzikir—pengulangan kalimat-kalimat suci—telah lama diyakini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan resiliensi.

Resiliensi: Fondasi Kekuatan Jiwa

Resiliensi bukan sekadar tentang kemampuan bertahan, tetapi lebih kepada proses tumbuh dan berkembang di tengah kesulitan. Individu yang resilien memiliki karakteristik seperti:

 Optimisme: Melihat sisi positif dalam setiap situasi, bahkan yang paling sulit sekalipun.

Fleksibilitas: Mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan ketidakpastian.

Keterhubungan: Membangun hubungan yang kuat dengan orang lain dan memiliki rasa memiliki terhadap komunitas.

Kemampuan memecahkan masalah: Menghadapi tantangan dengan sikap proaktif dan mencari solusi.

Dzikir: Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Dzikir, dalam berbagai agama dan tradisi spiritual, merupakan praktik meditasi yang melibatkan pengulangan nama-nama Tuhan, doa, atau mantra. Praktik ini memiliki sejumlah manfaat, antara lain:

 Menghilangkan stres: Dzikir membantu menenangkan pikiran dan mengurangi tingkat stres.

 Meningkatkan fokus: Dengan memusatkan perhatian pada kalimat dzikir, pikiran menjadi lebih tenang dan fokus.

 Memperkuat hubungan dengan Tuhan: Dzikir menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan kekuatan yang lebih tinggi, memberikan rasa aman dan ketenangan.

 Meningkatkan kesadaran diri: Melalui dzikir, individu dapat lebih memahami diri sendiri dan tujuan hidup.

Korelasi Resiliensi dan Dzikir

Kaitan antara resiliensi dan dzikir dapat dilihat dari beberapa perspektif:

 * Ketenangan batin: Baik resiliensi maupun dzikir sama-sama bertujuan untuk mencapai ketenangan batin. Dengan pikiran yang tenang, individu lebih mampu menghadapi tantangan dengan bijaksana.

 * Optimisme: Dzikir dapat menumbuhkan sikap optimisme, karena individu merasa terhubung dengan kekuatan yang lebih besar yang selalu menyertainya.

 * Keterhubungan: Melalui dzikir, individu merasa terhubung dengan komunitas yang lebih luas, baik komunitas spiritual maupun sosial. Hal ini memberikan rasa dukungan dan kekuatan.

 * Kesadaran diri: Dzikir membantu individu untuk lebih memahami diri sendiri dan potensi yang dimiliki. Dengan demikian, mereka dapat mengembangkan strategi yang efektif untuk mengatasi kesulitan.

Kesimpulan

Resiliensi dan dzikir adalah dua konsep yang saling melengkapi. Dzikir dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan resiliensi, sementara resiliensi memungkinkan individu untuk menerapkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks yang lebih luas, praktik dzikir dapat menjadi sumber kekuatan bagi siapa saja yang ingin menjalani hidup yang lebih berarti dan penuh makna



Share:

Faktor Berpengaruh Terhadap Resiliensi

Resiliensi: Kemampuan Bangkit dari Krisis

Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bangkit kembali dari kesulitan, trauma, atau perubahan besar dalam hidup. Orang yang resilien cenderung memiliki adaptasi yang baik, pandangan positif, dan kemampuan untuk mengatasi stres dengan efektif.

Pengaruh Terapi dan Faktor Lain terhadap Resiliensi

Beberapa terapi dan faktor internal serta eksternal telah terbukti dapat meningkatkan resiliensi seseorang:

 * Terapi berbasis pikiran:

   * Afirmasi: Pengulangan pernyataan positif secara sadar dapat mengubah pola pikir menjadi lebih optimis dan meningkatkan kepercayaan diri. Penelitian menunjukkan bahwa afirmasi dapat mengaktifkan area otak yang terkait dengan motivasi dan tujuan.

   * Sugesti: Saran positif yang diberikan kepada diri sendiri atau oleh orang lain dapat mempengaruhi pikiran bawah sadar dan mendorong perubahan perilaku.

   * Meditasi: Praktik meditasi dapat meningkatkan kesadaran diri, mengurangi stres, dan meningkatkan kemampuan mengatur emosi. Penelitian menunjukkan bahwa meditasi dapat mengubah struktur dan fungsi otak, terutama di area yang terkait dengan perhatian dan emosi.

   * Doa dan Dzikir: Praktik spiritual ini sering dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan mental dan resiliensi. Penelitian menunjukkan bahwa doa dan dzikir dapat memberikan rasa ketenangan, harapan, dan dukungan sosial.

 * Faktor internal:

   * Optimisme: Orang yang optimis cenderung melihat tantangan sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang.

   * Keterampilan pemecahan masalah: Kemampuan untuk menganalisis masalah dan mencari solusi secara efektif dapat membantu seseorang mengatasi kesulitan.

   * Dukungan sosial: Hubungan yang kuat dengan keluarga dan teman-teman dapat memberikan rasa aman dan dukungan emosional.

   * Harga diri: Percaya pada diri sendiri dan kemampuan diri dapat meningkatkan resiliensi.

 * Faktor eksternal:

   * Lingkungan yang mendukung: Lingkungan yang aman, stabil, dan penuh kasih sayang dapat memfasilitasi perkembangan resiliensi.

   * Pendidikan: Pendidikan yang berkualitas dapat memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan hidup.

   * Peluang untuk tumbuh: Kesempatan untuk belajar hal-hal baru dan mengembangkan diri dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kepuasan hidup.

Bagaimana Mengetahui Tingkat Resiliensi Diri

Tidak ada tes tunggal yang dapat secara akurat mengukur tingkat resiliensi seseorang. Namun, beberapa indikator umum yang dapat diperhatikan adalah:

 * Kemampuan mengatasi stres: Seberapa baik Anda dapat mengatasi tekanan dan kesulitan dalam hidup?

 * Optimisme: Apakah Anda cenderung melihat sisi positif dari situasi?

 * Keterampilan sosial: Apakah Anda memiliki hubungan yang baik dengan orang lain?

 * Kemampuan beradaptasi: Apakah Anda dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dengan mudah?

 * Kepercayaan diri: Apakah Anda percaya pada kemampuan diri sendiri?




Penting untuk diingat bahwa resiliensi adalah keterampilan yang dapat dipelajari dan dikembangkan seiring waktu. Dengan menerapkan strategi-strategi yang disebutkan di atas dan mencari dukungan dari orang-orang terdekat, Anda dapat meningkatkan resiliensi diri dan menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik.


Share:

Resiliensi Individu

Resiliensi individu adalah kemampuan seseorang untuk bangkit kembali dan menghadapi tantangan hidup setelah mengalami kesulitan atau trauma. Ini seperti pegas yang kembali ke bentuk semula setelah direntangkan. 

Orang yang resilien memiliki kemampuan untuk:

Beradaptasi: Mengubah cara berpikir dan bertindak untuk mengatasi situasi sulit.

Mempertahankan optimisme: Melihat sisi positif dalam setiap situasi, bahkan yang paling sulit.

Membangun hubungan yang kuat: Memiliki jaringan sosial yang mendukung.

Mengelola stres: Memiliki cara sehat untuk mengatasi tekanan.

Mengapa resiliensi penting?

Meningkatkan kesehatan mental: Membuat kita lebih bahagia dan mengurangi risiko depresi dan kecemasan.

Meningkatkan kualitas hidup: Membantu kita mencapai tujuan dan meraih kesuksesan.

Membuat kita lebih tangguh: Membekali kita dengan kemampuan untuk menghadapi tantangan masa depan.

Bagaimana cara meningkatkan resiliensi?

Latih pikiran positif: Fokus pada hal-hal yang baik dalam hidup.

Jaga hubungan sosial: Berinteraksi dengan orang-orang yang mendukung.

Rawat kesehatan fisik: Makan makanan sehat, olahraga, dan cukup tidur.

Belajar dari pengalaman: Anggap kesulitan sebagai peluang untuk tumbuh.

Cari dukungan profesional: Jika dibutuhkan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog.


Share:

Resiliensi Dengan MOVE ON

Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bangkit kembali setelah mengalami kesulitan atau trauma. Ini seperti pegas yang kembali ke bentuk semula setelah direntangkan. "Move on" adalah proses melepaskan diri dari masa lalu yang menyakitkan dan melangkah maju ke masa depan.

Bagaimana "move on" bisa meningkatkan resiliensi?

 * Menerima kenyataan: Dengan menerima bahwa sesuatu telah berakhir, kita bisa menghentikan penyesalan dan fokus pada masa depan.

 * Membangun dukungan sosial: Berbicara dengan teman, keluarga, atau terapis bisa membantu kita merasa lebih terhubung dan didukung.

 * Menjaga kesehatan fisik dan mental: Olahraga, makan sehat, dan cukup tidur bisa meningkatkan mood dan energi kita.

 * Mengembangkan hobi baru: Mencoba hal-hal baru bisa membantu kita menemukan minat baru dan melupakan masa lalu.

 * Menerima perasaan: Tidak apa-apa merasa sedih, marah, atau bingung. Dengan menerima perasaan kita, kita bisa perlahan-lahan melepaskannya.



Tips untuk "move on":

 * Berikan waktu pada diri sendiri: Proses "move on" butuh waktu. Jangan terburu-buru.

 * Hindari menyalahkan diri sendiri: Semua orang mengalami kesulitan.

 * Fokus pada hal-hal positif: Cari hal-hal yang membuatmu bahagia dan bersyukur.

 * Tetapkan tujuan baru: Memiliki tujuan hidup bisa memberikan arah dan motivasi.

Ingat, kamu tidak sendirian. Banyak orang mengalami hal yang sama. Dengan dukungan yang tepat dan usaha yang konsisten, kamu pasti bisa melewati masa sulit ini dan menjadi lebih kuat.

Share:

Faktor Pengaruh Pada Resiliensi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Resiliensi, kemampuan untuk bangkit kembali setelah menghadapi kesulitan, dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Berikut beberapa faktor utama yang berperan:

Faktor Internal
 * Temperamen: Pembawaan alami seseorang dalam merespons situasi, seperti optimisme, ketekunan, dan kemampuan mengelola emosi.
 * Kecerdasan emosional: Kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri serta orang lain.
 * Harga diri: Penilaian positif terhadap diri sendiri yang dapat meningkatkan kepercayaan diri.
 * Keterampilan pemecahan masalah: Kemampuan menganalisis situasi dan menemukan solusi yang efektif.
 * Spiritualitas: Keyakinan dan nilai-nilai hidup yang memberikan makna dan tujuan.

Faktor Eksternal
 * Dukungan sosial: Adanya keluarga, teman, atau komunitas yang memberikan dukungan emosional dan praktis.
 * Lingkungan yang positif: Lingkungan yang aman, mendukung, dan penuh kasih sayang.
 * Akses terhadap sumber daya: Ketersediaan sumber daya seperti pendidikan, perawatan kesehatan, dan kesempatan ekonomi.
 * Pengalaman hidup sebelumnya: Pengalaman mengatasi kesulitan di masa lalu dapat meningkatkan resiliensi.
 * Budaya: Nilai-nilai dan norma budaya yang mendukung ketahanan mental.
Interaksi antara Faktor Internal dan Eksternal

Faktor-faktor di atas saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, seseorang dengan temperamen optimis yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung cenderung memiliki resiliensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang pesimis dan tumbuh dalam lingkungan yang penuh tekanan.
Pentingnya Memahami Faktor-faktor Resiliensi

Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi, kita dapat:

 * Mengenali kekuatan diri: Mengetahui potensi diri dalam menghadapi kesulitan.
 * Mengembangkan strategi coping: Memilih cara yang efektif untuk mengatasi stres dan tantangan.
 * Membangun lingkungan yang mendukung: Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan resiliensi.
 * Memberikan dukungan kepada orang lain: Membantu orang-orang di sekitar kita untuk mengembangkan resiliensi.






Share:

Resiliensi: Kemampuan Alami Manusia

Resiliensi, kemampuan untuk bangkit kembali setelah menghadapi kesulitan, bukanlah kemampuan khusus yang dimiliki segelintir orang. Setiap individu memiliki potensi untuk menjadi tangguh.

Mengapa Semua Orang Bisa Resilien?

1. Adaptasi: Manusia adalah makhluk yang adaptif. Otak kita dirancang untuk belajar dari pengalaman, baik yang positif maupun negatif. Ketika menghadapi tantangan, otak kita akan mencari cara baru untuk mengatasi situasi tersebut, seiring waktu kita akan menjadi lebih tangguh.

2. Mekanisme Pertahanan Diri: Tubuh kita memiliki mekanisme pertahanan diri alami yang membantu kita mengatasi stres. Hormon seperti endorfin dan oksitosin dilepaskan saat kita mengalami tekanan, memberikan rasa nyaman dan membantu kita mengatasi kesulitan.

3. Faktor Genetik: Penelitian menunjukkan bahwa ada komponen genetik yang berperan dalam resiliensi. Namun, gen hanya memberikan potensi, lingkungan dan pengalaman hidup juga sangat berpengaruh.

4.Pengalaman Hidup: Setiap pengalaman, baik yang positif maupun negatif, membentuk kita menjadi pribadi yang unik. Pengalaman yang sulit justru dapat meningkatkan resiliensi jika kita mampu belajar dan tumbuh dari situ.

Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi:

1.Dukungan Sosial: Memiliki keluarga, teman, atau komunitas yang mendukung sangat penting untuk membangun resiliensi.

 2.Keterampilan Koping: Cara kita mengatasi stres dan masalah akan sangat mempengaruhi tingkat resiliensi kita.

 3.Optimisme: Melihat sisi positif dalam setiap situasi dapat membantu kita menghadapi kesulitan dengan lebih baik.

 4.Harga Diri: Percaya pada diri sendiri akan memberikan kekuatan untuk menghadapi tantangan.

Resiliensi bukanlah bakat bawaan, melainkan kemampuan yang dapat dikembangkan. Dengan memahami mekanisme di balik resiliensi dan menerapkan strategi yang tepat, setiap orang dapat meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi kesulitan dan bangkit kembali.

Disclaimer: Informasi ini bersifat umum dan tidak dapat menggantikan nasihat dari profesional kesehatan mental. Jika Anda sedang mengalami kesulitan, jangan ragu untuk mencari bantuan.

Share:


KOMUNITAS BISNIS POSITIF LINKAR BERDAYA SINERGI SUNNATULLOH DAN ENERGI QOLBU

BTemplates.com