UMROH & HAJI

BERITA EDUKASI UNTUK SOLUSI

Renungan Ekosistem Syiar Umroh

Bersama Ust Habib Al Habsyi dan KH Sowfan LC Ketua KBIH JATIM










Dalam ekosistem syiar umrah, kita mengenal beragam bidang yang saling menyokong: operasional perjalanan, manajemen keuangan, bimbingan ibadah, edukasi spiritual, penguatan komunitas, hingga layanan akomodasi dan perlindungan jamaah. Setiap bidang menuntut kapasitas yang spesifik dan kedalaman pengalaman. Namun di tengah dinamika itu, muncul realitas yang tidak bisa kita abaikan: fenomena sebagian orang yang terlalu cepat menempatkan diri sebagai ahli—bahkan sebagai konsultan—meski pengalaman mereka masih sangat terbatas, atau bahkan belum pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci.

Fenomena ini bukan semata persoalan individu. Ia merupakan gejala sosial dari budaya “self-claim” yang kian marak, didorong oleh industri coaching motivasional yang terkadang lebih menonjolkan sugesti daripada substansi. Narasi “percaya diri dan deklarasikan dirimu” sering tidak dibarengi dengan kedalaman spiritual, etika profesi, dan tradisi belajar yang seharusnya menjadi fondasi syiar. Akibatnya, sebagian calon jamaah berpotensi bertemu dengan “penerang” yang justru belum memiliki cukup cahaya.

Namun, tulisan ini bukan untuk menyalahkan. Ini adalah khasanah pemikiran pribadi, sudut pandang yang lahir dari kegelisahan intelektual sekaligus rasa cinta kepada dunia syiar. Saya sepenuhnya menyadari bahwa mungkin ada yang setuju, ada yang menolak, dan itu wajar. Perbedaan bukan halangan; justru ia memperkaya dialog ummat.

Yang ingin saya soroti bukan siapa yang benar atau salah, tetapi kejujuran diri. Syi’ar membutuhkan keberanian untuk mengakui batas kemampuan. Dunia umrah menuntut kerendahan hati bahwa belajar adalah ranah fardhu, bukan sekadar sarana mencari ekspektasi keduniaan atau popularitas instan. Belajar dalam tradisi Islam adalah jalan panjang, penuh adab, penuh muhasabah, dan dilakukan dengan niat memperbaiki diri sebelum memperbaiki orang lain.

Siapa pun yang terjun ke syiar seharusnya hadir sebagai murid sepanjang hayat, bukan sebagai ahli yang memaksakan kematangan diri sebelum tiba masanya. Mengajar itu mulia, tetapi mengukur diri itu lebih mulia. Konsultasi itu baik, tetapi konsultasi dengan kedalaman ilmu dan keikhlasan lebih baik lagi. Dalam lingkungan yang sering terjebak dalam estetika promosi, kita perlu kembali kepada etos spiritual: jujur, amanah, dan terus meningkat dalam ilmu.

Syiar umrah adalah amanah besar. Jamaah datang bukan mencari orator; mereka mencari penuntun perjalanan ibadah yang telah merasakan langsung manis-pahitnya pengalaman di Tanah Haram. Mereka membutuhkan orang-orang yang benar-benar cerah, bukan hanya “dideklarasikan cerah”. Karena cahaya tidak lahir dari pencitraan, tetapi dari ketekunan belajar, pengalaman yang jujur, dan hati yang sadar akan tanggung jawab di hadapan Allah.

Akhirnya, renungan ini adalah ajakan: mari menyeimbangkan profesionalitas dengan spiritualitas, keahlian dengan kejujuran, semangat syiar dengan komitmen belajar. Sebab syiar bukan sekadar berbicara, tetapi menjadi jalan yang memantulkan nilai-nilai Ilahi. Dan jalan itu hanya bisa ditempuh oleh mereka yang bersedia menjadi pelajar sepanjang hayat, bukan hanya pengaku ahli sesaat.

Share:


KOMUNITAS BISNIS POSITIF LINKAR BERDAYA SINERGI SUNNATULLOH DAN ENERGI QOLBU

BTemplates.com

Labels